Thursday, December 24, 2015

The Book Thief

The Book Thief 

Genre: Historical Fiction, Young Adult
Penulis: Markus Zusak
Ilustrator: Trudy White
Tebal: 550 halaman
Tahun terbit: 2013
Penerbit: Knopf Books for Young Readers
Sinopsis:

It’s just a small story really, about among other things: a girl, some words, an accordionist, some fanatical Germans, a Jewish fist-fighter, and quite a lot of thievery. . . .
Set during World War II in Germany, Markus Zusak’s groundbreaking new novel is the story of Liesel Meminger, a foster girl living outside of Munich. Liesel scratches out a meager existence for herself by stealing when she encounters something she can’t resist–books. With the help of her accordion-playing foster father, she learns to read and shares her stolen books with her neighbors during bombing raids as well as with the Jewish man hidden in her basement before he is marched to Dachau.

This is an unforgettable story about the ability of books to feed the soul.
*
Liesel Meminger, gadis berumur 9 tahun ketika zaman kekuasaan Nazi, Jerman. Ibunya diambil oleh Nazi dan adiknya meninggal dalam kereta. Dia lalu hidup bersama Hans Hubermann dan Rosa Hubermann, orang tua angkat barunya.

Ketika adiknya dikuburkan, seorang penggali kubur tidak sengaja menjatuhkan bukunya. Buku itu lalu diambil Liesel diam-diam. The Grave Digger’s Handbook. Buku pertama yang dimilikinya, sekaligus buku pertama yang dicurinya. Walaupun ia tidak bisa membaca dan menulis, ia menyimpan buku itu.

Sejak saat itu, kecintaannya terhadap buku dan kata-kata semakin kuat. Hans Hubermann setiap malam mengajarinya membaca. Bahkan, Liesel pun mulai mencuri buku. Ia mencuri buku dari pembakaran buku besar-besaran oleh Nazi, dari perpustakaan istri walikota, dan di manapun ia menemukan buku.

Sementara itu, Max Vandenberg, seorang Yahudi, pada suatu malam datang ke kediaman Hubermann. Ia datang untuk bersembunyi. Hans Hubermann harus menyanggupinya karena ia sudah membuat janji dengan ayah Max. Hidup Liesel yang awalnya biasa saja, menjadi penuh bahaya dan tantangan. Sewaktu-waktu, ia dan pasangan Hubermann dapat ditangkap karena menyembunyikan seorang Yahudi.


“She was the book thief without the words.

Trust me, though, the words were on their way, and when they arrived, Liesel would hold them in her hands like the clouds, and she would wring them out like rain.” –page 80





Cantik. Suatu cerita yang bisa membuatmu tak bisa berkata-kata. Setiap kata yang dirangkai oleh penulis ajaib. Aku bahkan lupa kalau buku ini berlatar tahun 1939 dan kata perang selalu familiar saat itu.

Diceritakan dari sudut pandang orang pertama, yaitu Death atau Kematian. Death ini menceritakan hidup Liesel dari awal hingga akhir. Menurutku, penulis sangat pintar menampilkan Death sebagai naratornya. Aku tidak tahu apakah buku ini jadi indah kalau tidak dituturkan dari sudut pandang Death.

Yang membuatku sedikit kesal adalah, Death tak segan-segan membeberkan cerita selanjutnya padahal ceritanya belum terjadi. Bisa dibilang, Death ini hobinya men-spoilerkan cerita yang belum terjadi.

Aku suka dengan semua karakternya. Bahkan Rosa Hubermann yang hobinya menyumpah setiap hari. Aku sangat suka dengan interaksi antara Rudy Steiner-sahabat Liesel dengan Liesel sendiri. Bagaimana Rudy selalu ada di sisi Liesel, mendukung Liesel, bahkan saat mencuri. Dan jangan lupakan Hans Hubermann. Sosoknya yang penyayang dan baik hati yang membekas di ingatan pembaca. Ia adalah seseorang yang mengingatkan kita tentang kemanusiaan, tentang rasa sakit yang sebaiknya kau hadapi dengan tabah.

Pada setiap bab atau cerita, aku tak pernah bisa berharap penuh akhir yang bahagia. Penulis dengan tiba-tiba membanting pembaca, yang sudah senang dengan ceritanya, dengan sesuatu yang pahit. Pergantian cerita yang begitu tiba-tiba sulit dirasakan karena penulisannya yang halus tapi menusuk.

Untuk endingnya, pembaca akan benar-benar dihempas oleh ceritanya. Sebagian orang tidak terlalu suka endingnya karena terlalu menohok, tapi buatku endingnya pas. Ah, tapi aku masih tidak rela melepas para tokoh yang kucintai dari awal. Walau begitu, kurasa endingnya cocok kok buat mengaduk-ngaduk hati. 

Buku ini kurekomendasikan untuk semuanya. Sarat makna dan emosi yang sering kita lupakan.

“I wanted to tell the book thief many things, about beauty and brutality. But what could I tell her about those things that she didn't already know? I wanted to explain that I am constantly overestimating and underestimating the human race-that rarely do I ever simply estimate it. I wanted to ask her how the same thing could be so ugly and so glorious, and its words and stories so damning and brilliant.” -Death

Oh ya, The Book Thief ini juga sudah diadaptasikan menjadi film tahun  2013 lalu. Buat yang penasaran, ini trailernya.

No comments:

Post a Comment